Sawah yang Terlupakan

loading...
dikutip dari http//aceh.tribunnews.com
Minggu, 13 Januari 2013 12:12 WIB
 http://aceh.tribunnews.com/2013/01/13/sawah-yang-terlupakan

ILUSTRASI

 Karya  Fazil Abdullah

Kembali muncul masalah dan kenangan itu, sekalipun 20 tahun sudah kau berlari dan meninggalkan darinya: Dari sawah yang terbentang di sebelah barat rumah kelahiranmu. Itulah sahabat dekatmu semasa kecil yang terlupakan. Dengannya kau bermain layang-layang yang kau buat dari bambu yang kau belah dan haluskan. Kertasnya dari koran, terbangnya ke kanan ke kiri, berputar-putar. Lalu  kau buat kembali dengan hasil yang jauh lebih baik. Atau kau bermain bola seusai panen meski ke kanan ingin kau tendang, meluncurnya  malah ke kiri. Tapi,  yang penting lari dan sepak; makan-makan di dangau meski dengan telur atau ikan goreng dan nasi putih yang digoreng dengan kecap dan bawang,  tapi dalam belaian angin, langit yang lapang, dikelilingi  bisik burung-burung. Semua menjadi nikmat. Atau kau juga menangkap ikan kecil di genangan airnya, lalu kau simpan di botol untuk kau pelihara atau kau lempar ke sumur meski keesokannya mati, tapi kau telah berusaha dan berharap. Atau membuat ketapel untuk membedil kerumunan pipit dan tempua si burung pencuri padi di udara dan sawah yang tak dijaga petani. Meski tak kena,  tapi kau  sudah belajar tak mudah kecewa. Pernah juga kau menjerat dan memburu puyuh dan kutilang di belukar dan pepohonan tepian sawah yang setiap sore dan pagi kau pergi mengecek dengan hasil nihil,  lalu ketika terjerat senangnya bukan kepalang. Dan  masih ingatkah kau tentang senjata dari batang tumbuhan liar yang tak kau tahu bernama apa atau dari bambu kecil yang pelurunya dari biji yang entah dan ketika diletupkan dengan menekannnya terbangnya suuuuuuuit jauh, meski tak sesuai sasaran. Tapi kini  jika diminta, pasti  kau tak bisa membuatnya lagi. Sementara itu gangguan pacat, semut,  dan lintah bukanlah aral. Matahari yang membakar adalah penghangat, lumpur dan genangan air adalah body lotion-mu, hujan adalah mandimu, angin adalah penyegarmu. Saat jatuh, bangkit lagi. Sakit adalah biasa.

Zaman telah merenggutmu darinya. Kini dalam sekaratnya yang bisu meminta sedikit perhatianmu. Sampaikanlah pada dunia. 20 tahun sudah ia diterlantarkan dan terbengkalai. Limpahan air sungai yang merayap ke badannya dan langit yang membakar hingga kering retak sekujur kulitnya, tak mampu memberi panen bagi petani. Para petani telah berpaling darinya dan anak-anaknya tak dibiarkan bermain dengannya. Padahal,  padanya dijanjikan diberikan untuk hatimu,  untuk ragamu: Sumber penghidupan dan pelajaran hidup, tentang kekuatan, tentang keberanian, tentang berbagi, tentang ketenangan dan kesabaran, tentang kerajinan, tentang harapan, tentang usaha, tentang kreativitas, tentang keseimbangan dan keteraturan, tentang kerja sama, tentang nilai kebersihan jiwa dan raga, tentang kebahagiaan yang bisa tumbuh dari hal-hal kecil.

Lihatlah pada generasi di bawahmu, apa yang terjadi saat mereka berpaling darinya. Game online menenggelamkan mereka dari dunia nyata. Fisik dan jiwa mereka ringkih. Cericau mereka di sudut-sudut warung dan persimpangan penuh bahasa binatang: Tentang galau, wow,dan putaw.  Saat jatuh, mereka langsung terkelepar. Saat marah, mereka seperti sakau. Saat berat, mereka berpaling atau menyerah pasrah. Begitu lemah, lalai dan banyak disesaki oleh kekosongan.

Sejauh apa pun kau berlari dan sekalipun kau yakin telah meninggalkan masalah dan kenangan, ia akan muncul, dalam hal serupa atau bentuk berbeda, tanpa kau harap. Ia mengusikmu, mengingatkanmu kembali tentang apa yang belum selesai untuk diselesaikan, untuk bekal jiwamu menghadapi masalah-masalah selanjutnya. Yang tak terselesaikan, akan kembali berulang. Selalu ada jalan, bagi yang berusaha dan mencari, selama tidak menyerah dan berpaling.

 Lhoksukon, Januari 2013

Fazil Abdullah memiliki nama asli hanya “Fazil”. Nama depan “Abdullah” diambil dari nama ayahnya (alm.). Lulusan Sastra Indonesia UGM Yogyakarta (2007) yang lahir di Lhoksukon, Aceh Utara, pada 1982. Telah menerbitkan buku kumpulan cerpen Look, New York! (Gema Insani Jakarta, 2005), antologi cerpen Metamorfosa Cicak di Atas Peta (Solo, 2003), dan antologi cerpen Dilarang Menangis (Bandung, 2005). Salah satu cerpennya dengan judul “Yang Terluka di Belakang Rumah” menjadi pemenang II dalam lomba penulisan cerpen bertema HAM diadakan Kedubes Swiss Jakarta kerjasa sama dengan FLP Pusat Jakarta (2006). Sekarang menjadi pegawai di Dishubtel Budpar Bener Meriah, Aceh. Kontak email: fazil_abdullah@yahoo.com, akun facebook: www.facebook.com/fazil.sahaja.

Editor : hasyim
loading...

Komentar