Tak Kunjung Lusung

loading...






akan kuceritakan sebuah kisah tentang pilihanku

sebelumnya, aku tegaskan bahwa ini -ternyata- "lembaran" yang telah semestinya kulalui.
demikianlah kesudahan yang aku sampai saat ini mampu simpulkan.

akankah aku bersalah jika memilih untuk mensyukurinya. diri inilah yang sudah tentu memahaminya lebih dari siapapun.

tak menutup pula mata ini kepada setiap ujung-ujung mata yang memandang disana dan disini, mungkin yang demikian juga pilihan bagi mata-mata itu. ujung-ujungnya-pun (yakinku) bukan pilihan mereka untuk berlaku sebegitu. pilihannya adalah menilai dengan apa yang di mengerti, semoga maaf sanggup mencukupi, begitulah...

semampunya diri ini, akan memuaskan segenap keingin-tahuan -yang- sampai ke muara pemahamanmu. sembari menunggu kesempatan itu hampir, biarlah waktu berlabuh dengan apa adanya dahulu. agar mudah diri ini untuk kembali mencuri makna di setiap wacana waktu yang kita lalui bersama.

kini, kepadamu wahai yang terkasih.
bersama kubawa sepucuk kelembutan diatas amarahku -yang diseketika itu tersulut dan membara- teruntukkan hanya kepangkuan telapak tanganmu, agar engkau mengerti sungguh lembaran ini kini telah bersamamu saja. bersangguplah sebesar maumu, sebesar apa-pun itu tetaplah tampak mesti di kejauhan.

dari sudutku tetap terang meski berhasta-hasta jauhnya, tak akan kunjung lusung.


cerita itu masih di sela-sela waktu.
untuk mengingatkan...
loading...

Komentar